AMBON,KM–Sebagai Provinsi yang terkenal dengan sumber daya alam (SDA) yang melimpah. Maluku harusnya bisa menjadi Provinsi yang sejahtera. Ini sangatlah miris karena Maluku kini termasuk kategori Provinsi miskin ekstrim di Indonesia.
Berbagai cara dilakukan oleh Pemerintah Daerah diantaranya memberikan bantuan sosial kepada masyarakat tetapi ini belum sepenuhnya memberikan solusi dalam memberantas persoalan kemiskinan di Maluku dalam jangka panjang.
“Pemerintah Daerah Maluku harus mengidentifikasi dulu berbagai akar permasalahan yang ada dan bergandengan tangan bersama menyelesaikan persoalan ini”jelas Rovik Afifudin selaku Wakil Ketua Komisi IV DPRD Maluku kepada Kilasmaluku.id.
Apalagi lanjut rovik, Maluku ini terdiri dari 11 Kabupaten Kota maka mari bersama bergandengan tangan para kepala daerah. Pemerintah Provinsi Maluku adalah perpanjangan tangan Pemerintah Pusat untuk bersama merumuskan dan menyelesaikan permasalahan ini karena tidak semua daerah di 11 Kabupaten Kota di Maluku masuk kategori miskin ekstrim ujar Rovik menambahkan.
Saat ditanya soal kolaborasi antar OPD satu dengan OPD lainnya dalam mengatasi berbagai masalah sosial termasuk masalah kemiskinan di Maluku Rovik mengatakan bahwa selama ini tidak ada hasil yang signifikan bahkan ada OPD yang jalan dengan sendiri-sendiri.”Yang terlihat saat ini hampir tidak ada kolaborasi”tegas Rovik.
Saat ini anggaran APBD Maluku yang 3,2 trilyun Rupiah dan hampir 1 trilyun lebih di alokasikan untuk Dinas Pendidikan dan digunakan untuk pembangunan fisik sekolah yang bersumber dari DAK.
“Ini sangatlah miris karena tidak dibarengi dengan pembangunan sumber daya manusia” beber Rovik.
Disatu sisi Rovik juga sangat menyesalkan penempatan sumber daya manusia yang ada dibirokrasi karena penempatan birokrat di posisi birokrasi Maluku masih menggunakan sistim like in dislike dibandingkan right on the right man.
Hal ini sangat berpengaruh terhadap kinerja birokrat, padahal birokrasi itu adalah jantung dari sebuah pemerintahan.
“Indeks Demokrasi Maluku yang rendah ini sangatlah mempengaruhi kinerja para birokrat ditambah dengan adanya pembentukan tim ad hock yang dibuat oleh Pemerintah Daerah akhirnya membuat program Gubernur dalam hal ini selaku Kepala Daerah menjadi mandeg dan tidak terlaksana dengan baik”jelas Rovik panjang lebar.
Harusnya rapat pembahasan program pemerintah daerah ini dipimpin oleh pimpinan OPD dan dapat membahas program kerja jangka pendek, menengah dan panjang dapat terlaksana dengan baik tetapi dalam pelaksanaanya pembahasan rapat di pimpin oleh tim ad hock yang dibentuk oleh Pemerintah maka semua program pemerintah daerah tidak terlaksana dengan baik. (ZA)