AMBON,KM.–Indosat Ooredoo Hutchison (Indosat atau IOH) kembali melanjutkan komitmennya untuk melestarikan lingkungan melalui program Digitalisasi Konservasi Mangrove.
Merambah ke wilayah timur Indonesia, kali ini Indosat menghadirkan program ini di Kota Ambon, Maluku, dengan menggandeng Global System for Mobile Communication Association (GSMA) dan Universitas Pattimura (UNPATTI).
Indosat pertama kali mengimplementasikan program Digitalisasi Konservasi Mangrove pada bulan Mei 2023 di Nunukan, Kalimantan Utara. Di sepanjang tahun 2024, mereka berkomitmen untuk terus memperluas program berkelanjutan ini ke seluruh wilayah Indonesia, dimana program ini juga telah dilaksanakan di Banda Aceh dan Semarang.
Di Ambon, program Digitalisasi Konservasi Mangrove turut melibatkan sivitas akademika dari Unpatti, dalam rangka mendorong kolaborasi antara pihak akademisi dengan praktisi bidang teknologi. Langkah ini sejalan dengan perjalanan transformasi Indosat dari perusahaan telekomunikasi (TelCo) ke perusahaan teknologi (TechCo).
Rektor Unpatti, Prof. Dr. Fredy Leiwakabessy sangata menyambut baik kolaborasi dengan Indosat untuk melestarikan ekosistem mangrove di Maluku terutama di Kota Ambon.
Menyusutnya hutan mangrove akan berpengaruh terhadap penurunan CO2, makanya mangrove sangat penting untuk mencegah pemanasan global.
“Menyusutnya luasan mangrove di pesisir Ambon sudah tentu menjadi perhatian kami. Kami optimis program ini dapat memberikan dampak yang baik dari sisi ketahanan lingkungan maupun untuk meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar,” kata Fredy, Senin (1/7/2024).
Dengan adanya kolaborasi ini, kata Fredy, maka akan mempermudah SDM yang ada di kampus ini untuk melakukan riset tentang berbagi hal.
“Kolaborasi dengan Indosat menjadikan Unpatti terlebih Fakultas Perikanan dan Kelautan menjadi pionir utama dalam menjalankan program tersebut, ” ungkapnya.
Fredy menambahkan, kolaborasi ini tidak hanya memperkuat peran teknologi saja, tetapi juga memastikan bahwa solusi yang dikembangkan didukung oleh pengetahuan ilmiah dan pemahaman mendalam tentang lingkungan setempat.
“Saya yakin sungguh bahwa program ini akan bermanfaat bagi mereka yang ada di pesisir pantai, terutama petani tambak,” tandas Fredy.
Ahmad Zulfikar, Director and Chief Strategy & Execution Officer Indosat Ooredoo Hutchison, menagtakan, pulau Ambon, khususnya di perairan Teluk Ambon, luas hutan mangrove tiap tahunnya kian menyusut sehingga memberikan dampak abrasi dan banjir yang sering melanda pesisir Ambon. Dengan demikian, keberadaan mangrove menjadi sangat penting untuk menjaga ekosistem pesisir.
“Nah, lewat program Digitalisasi Konservasi Mangrove, Indosat berkomitmen mendukung upaya ketahanan lingkungan dengan pengembangan mitigasi berbasis teknologi digital,” katanya.
Menurtnya, program Indosat menghadirkan solusi Internet of Things (IoT) berupa teknologi yang dapat memantau beberapa parameter penting kualitas air untuk budidaya perikanan secara real-time, khususnya tambak yang berdekatan dengan wilayah tumbuh mangrove.
“Dengan menggunakan IoT, maka produktivitas tambak tetap terus meningkat, namun tetap menghindari kerusakan mangrove disekitarnya karena ancaman penebangan secara masif,” ujarnya.
Konsep ini, lanjut dia, dikenal sebagai Silvo-fishery, yaitu metode terpadu berkelanjutan dari usaha perikanan yang berdampingan dengan pelestarian mangrove, serta diikuti konsep pengenalan sistem pengelolaan dengan meminimalkan input dan mengurangi dampak terhadap lingkungan.
“Jadi, dengan kolaborasi ini, Indosat mengandalkan kekuatan IoTnya untuk memonitor kualitas air dan produktivitas tambak perikanan, sekaligus melestarikan ekosistem mangrove didalamnya,” harapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Maluku, Erawan Asikin, mengatakan mangrove mempunyai peranan yang sangat penting bagi lingkungan pesisir.
“Salah satu peran penting mangrove yang berhubungan dengan penyerapan yakni gas karbon dan oksigen. Selain itu, dalam konteks Maluku mangrove punya peranan penting lainnya, kita ketahui bersama mangrove juga menjadi ekosistem yang mampu untuk melindungi kawasan pesisir terutama dalam pesisir kita,” ungkap Erawan.
Berdasarkan data untuk Provinsi Maluku dari tahun 2018 sampai 2022 kurang lebih 20 hektare tanah pesisir yang hilang baik itu akibat abrasi maupun naiknya permukaan air laut.
“Mangrove merupakan salah satu penting bagi kita untuk bisa mempertahankan itu,” cetusnya. (KM02).