AMBON,Kilasmaluku.id– Guru Besar bidang produktivitas perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Pattimura (Unpatti) Prof Frederika S Pello mengkaji dampak keberadaan fitoplankton berbahaya terhadap keberlanjutan perikanan di Maluku.
“Kami nilai berimplikasi luas pada ekologi laut, ekonomi, dan kesehatan masyarakat pesisir,” kata, Prof Frederika S Pello, Selasa. (12/8/2025)
Lebih lanjut, fenomena HABs terjadi ketika populasi fitoplankton tertentu berkembang pesat hingga menghasilkan toksin berbahaya.
“kondisi ini dapat memicu kematian massal biota laut akibat kerusakan sistem pernapasan ikan, kelumpuhan saraf, hingga hilangnya populasi spesies penting bagi rantai ekosistem” jelasnya
Selain kerugian ekonomi, HABs juga mengancam kesehatan manusia. Konsumsi hasil laut yang terkontaminasi racun seperti saxitoxin, okadaic acid, atau domoic acid dapat menyebabkan penyakit seperti PSP (Paralytic Shellfish Poisoning), DSP (Diarrhetic Shellfish Poisoning), dan ASP (Amnesic Shellfish Poisoning), yang berpotensi fatal.
Dari sisi lingkungan, dekomposisi biomassa fitoplankton yang mati dapat mengurangi kadar oksigen terlarut di perairan, memicu terbentuknya zona hipoksia bahkan anoksia yang membahayakan komunitas akuatik.
Dikatakan perlu ada pengelolaan perikanan yang holistik dan adaptif, dengan empat pilar utama. Pertama, peningkatan kapasitas riset dan pemantauan, termasuk identifikasi jenis fitoplankton berbahaya, analisis faktor pemicu, dan pengembangan sistem deteksi dini berbasis data.
Kedua, pengembangan sistem mitigasi dan adaptasi, seperti inovasi teknologi biokontrol, filtrasi, atau adsorben toksin, serta pemberdayaan masyarakat melalui diversifikasi sumber pendapatan dan budidaya spesies tahan stres lingkungan.
Ketiga, peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat pesisir melalui edukasi bahaya HABs, pentingnya sanitasi perairan, serta penghindaran konsumsi hasil laut yang tercemar.
Untuk menjawab tantangan tersebut, ia mengatakan perlu ada pengelolaan perikanan yang holistik dan adaptif, dengan empat pilar utama. Pertama, peningkatan kapasitas riset dan pemantauan, termasuk identifikasi jenis fitoplankton berbahaya, analisis faktor pemicu, dan pengembangan sistem deteksi dini berbasis data.
“Pengendalian HABs membutuhkan sinergi semua pihak agar perikanan Maluku tetap berkelanjutan, sekaligus menjaga ketahanan pangan laut bagi generasi mendatang.” pungkasnya (**)
