AMBON,KM– Pelayanan kesehatan di RSUD Masohi, Maluku Tengah makin memperihatinkan. Pasien selalu dibebankan membeli obat obatnya luar dengan alasan kehabisan stok obat di RSUD.
Tidak hanya itu, klaim pembelian obat di luar rumah sakit yang diajukan oleh pihak pasien pun tidak kunjung dibayarkan hingga bertahun-tahun lamanya.
Selain itu, keterbatasan alat-alat penunjang lainnya seperti bahan habis pakai berupa Handscom dan lain-lain mengalami keterbatasan. Obat-obatan primer yang dibutuhkan untuk melakukan operasi turut habis.
Kondisi ini memperburuk pelayanan kesehatan di Rumah Sakit umum Daerah masohi setelah rumah sakit ini mendapat predikat paripurna saat agenda akreditasi beberapa tahun yang lalu.
Akibatnya, beberapa poliklinik di rumah sakit mengalami kelumpuhan atau tidak dapat melayani pasien dengan baik karena kondisi dimaksud. Rumah sakit umum daerah masohi adalah rumah sakit rujukan regional.
“Dengan kondisi seperti ini sama dengan membunuh masyarakat secara perlahan-lahan. Ini adalah sektor yang urgent artinya mendesak wajib segera. Jadi komitmen Pemda di dalam mengurus sektor kesehatan ini dipertanyakan.” Ujar, salah satu keluarga pasein yang enggan namanya dipublis
“Nyawa manusia dianggap tidak lebih penting daripada agenda daerah lainnya. Ini yang rusak dan membuat kerugian lebih besar kepada masyarakat Maluku Tengah.” Tambanya
Menurutnya, hal ini harus dipahami oleh pemerintah daerah dalam hal ini Bupati dan jajarannya sehingga memperhatikan betul-betul dan serius menyangkut dengan kondisi RSUD dalam pelayanan dan ketersediaan alat hingga ketersediaan anggaran yang cukup untuk melakukan pelayanan.
“Bila memang RSUD masohi sudah tidak mampu diurus lagi oleh pemerintah daerah Maluku Tengah, maka saran kami sebaiknya rumah sakit itu dijual saja ke marketplace.” Cetusnya
Selanjutnya, hal penting yang harus menjadi perhatian adalah pengangkatan Direktur RSUD masohi yang diduga kuat berdasarkan pesanan politik. Padahal, logisnya yang menjadi Direktur RSUD adalah dokter sehingga dia mengetahui betul tentang seluk belut kesehatan.
Memang di dalam regulasi tidak mewajibkan arus dokter tetapi lazimnya jabatan itu dipegang oleh seorang dokter yang berpengalaman. Dibandingkan, diserahkan yang bukan ahlinya memang pasti hancur dan makin hancur rumah sakit itu.
Ini terbukti setelah posisi direktur dipegang oleh yang bukan dokter yang berasal dari dinas kesehatan rumah sakit itu makin hari makin anjlok mengalami keterpurukan luar biasa.
“Posisi direktur harus diganti oleh seorang dokter yang berpengalaman dan betul-betul mampu dan memahami seluk-beluk pelayanan dan kesehatan.” Pintanya (**)
