KILAS AMBON

Kehadiran KM.Express Cantika 08 Menambah Beban Rakyat, Pemda Malteng Tak Berkutik Dihadapan Korporat, Diduga Kong Kalikong dengan PT. PDI

Fahri Asyatri, Ketua LSM Pukat Seram

AMBON,KM– Berdalih untuk meningkatkan pelayanan transportasi laut. Kehadiran kapal cepat baru KM Express Cantika 08 milik PT. Pelayaran Dharma Indah (PDI) rute Amahai-Tulehu justru menuai kontroversi.

Pasalnya, kapal milik Jhony De Quelju selaku direktur utama ini tidak menyediakan kelas ekonomi, hanya kelas VIP dan VVIP dengan harga tiket sebesar Rp330 ribu hingga Rp355 ribu per penumpang.

Hal ini menuai banyak kritikan karena dianggap sangat meresahkan masyarakat terkhusus buat para calon penumpang yang sebagian besar merupakan masyarakat kelas menengah ke bawah.

Ketua PUKAT Seram Fahri Asyatri menyampaikan, tarif tiket yang ditetapkan KM. Express Cantikan 08 ini sangat tidak sesuai. Justru sangat meresahkan terkhusus masyarakat Maluku Tengah.

“Padahal selama ini kita tahu bahwa bisnis sektor transportasi laut rute Amahai-Tulehu hanya dikuasai oleh Jhony De Quelju sendiri dan tidak ada kompetitot lain. Makanya, dia bebas untuk meningkatkan tarif tiket” Kata, Fahri, kepada Kilasmaluku.id, Selasa (4/2/2025)

Selanjutnya, alasan untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan dengan mematok tarif tiket yang begitu tinggi dengan tidak ada pilihan “Kelas Ekonomi” justru itu menambah beban masyarakat.

Diketahui, selama ini Jhony De Quelju ini memiliki dua kapal yang menyediakan kelas ekonomi dan VIP. Tarif ekonomi Rp 148 ribu. Lalu, ketika KM. Express Cantika 08 ini hadir yang tidak ada kelas ekonomi berarti pilihannya harus mem para penumpah terpaksa naik kelas VIP sekalipun masyarakat menengah ke bawah.

Selain itu, menurut data statistik jarak Ambon-Namlea 167,30 KM, jarak Amahai-Tulehu hanya 77,78 KM. Harga tiket kapal reguler Ambon-Namlea Rp. 120.000 sedangkan Amahai-Tulehu Rp.148.000. Mahal mana? Tidak pernah jelas mekanisme perhitungan harga tiket ini menggunakan standar apa.

Disinilah terlihat betapa lemahnya pemda utamanya Dishub yang patut diduga ada kongkalikong dengan korporasi penguasa tunggal di sektor bisnis pelayaran.

Kemudian, dalam PP Nomor 66 Tahun 2019 pertimbangan utama sebagai pedoman penetapan tarif adalah memperhatikan daya beli pengguna jasa yaitu masyarakat semua lapisan. Fakta menunjukkan bahwa selama ini kelas ekonomi lebih padat ketimbang kelas non ekonomi (VIP-VVIP).

Hal Ini tentu sejalan dengan data jumlah penduduk miskin terbesar di Maluku adalah di Maluku Tengah dengan persentase 17,84% atau lebih dari 67.000 penduduk (data 2023).

Maka, bila hendak membantu perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, penyediaan fasilitas pelayaran laut harus mempertimbangkan pilihan kelas ekonomi disamping kelas non ekonomi dalam satu armada dengan seluruh fasilitas yang dibanggakan tersebut.

Sebab tak ada garansi kapal lama akan terus beroperasi dan tidak doking karena tidak mungkin dalam sekali pelayaran 2 kapal langsung berangkat pagi atau siang. Tentu saja secara bisnis kapal baru akan rugi sebab akan lebih banyak orang memilih harga yang lebih terjangkau meskipun tarif itu pun tidak logis.

Sementara mengacu pada Permenhub Nonor 109 Tahun 2017 yang menerangkan tentang batas atas tarif kelas ekonomi untuk trayek Amahai-Ambon adalah Rp.44.000 itu sudah termasuk penumpang mendapat fasilitas makan, minum, embarkasi, debarkasi dan hiburan musik/rekreasi dan penyediaan air tawar.

Bila kemudian ada fasilitas tambahan diluar itu maka tarifnya bisa disesuaikan oleh penyedia jasa pelayaran, tapi itupun harus melibatkan unsur pemda dan pengguna jasa. Dengan demikian, artinya ada penambahan Rp.104.000 oleh penyedia jasa diatas batas maksimal yang ditentukan oleh Permenhub.

“Bila dengan harga Rp.44.000 saja penumpang harus dapat fasilitas sebagaimana diatas, apakah dengan angka Rp.148.000 selama ini penumpang mendapat fasilitas makan, minum dan fasilitas lain. Apalagi dengan jarak tempuh yang lebih dekat dari trayek Ambon-Namlea ?”

Selanjutnya, bila kapal baru menyediakan fasilitas makan minum plus pelayanan pramugari/a dengan harga Rp.330.000 dan 355.000 artinya untuk menikmati fasilitas makan minum dan sedikit hiburan dalam masa 80 menit perjalanan Amahai-Tulehu penumpang harus menambah biaya Rp 286.000 – Rp. 311.000 diatas harga batas atas Permenhub yang hanya Rp.44.000.

“Tentu itu suatu harga yang sangat mahal. Terbukti berdasarkan data statistik segmen pasar menengah bawah jauh lebih tinggi ketimbang kalangan ekonomi menengah atas. Itu dibuktikan dengan tingginya jumlah penduduk miskin tersebut.” Cetusnya

Menurutnya, Pemda khususnya Bupati terpilih wajib mencari solusi alternatif dan wajib mengevaluasi kinerja Dinas Perhubungan biar perlu lakukan pencopotan pejabat-pejabat yang diduga jadi beking korporat agar sektor bisnis pelayaran di laut Seram ini tidak dimonopoli hanya oleh satu tangan yang terkesan seenaknya memasang tarif dan Pemda hanya diminta untuk MEMAKLUMI tarif tersebut.

Artinya, pemerintah daerah ini sedang kehilangan marwah atau tidak punya harga diri dihadapan korporat. Terbukti berkali kali diundang dalam RDP tidak satu kali pun bos korporat itu hadir. Malah yang bersangkutan hanya memasang bamper politiknya untuk dibenturkan dengan DPRD.

“Ini sangat memalukan sekaligus memilukan, meski belakangan akhirnya Ketua DPRD setuju dengan apa yang kami utarakan dan memberi statement keras yang mengecam korporasi tersebut” pungkasnya (KM01)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Populer

To Top