Oleh Arista Junaidi, S.Sos. M.Kessos, Direktur Rispek Indo Strategi (RIS), Lembaga Survey dan Konsultan Magister Universitas Indonesia (Hasil Kajian Politik Tim Analisis RIS)…!!
AMBON,KM.–Membludaknya massa kampanye LAWAMENA di dua Negeri kembar Jazirah Leihitu, yakni Hitu Lama dan Hitu Mesing (16/11/2024), nampaknya membawa dampak psikologis yang besar bagi calon Gubernur Petahana Murad Ismail. Bagaimana tidak, dua Negeri ini menjadi pintu masuk di dataran Leihitu yang penting untuk dijaga oleh Murad Ismail, agar tetap punya modal elektoral di 27 November nanti.
Tak tanggung-tanggung, manuver politik LAWAMENA di jantung pendukung Murad Ismail ini, membawa armada perang yang cukup lengkap (minus Calon Wakil Gubernur, Abdullah Vanath), baik partai maupun relawan setempat. Dipimpin oleh mantan Gubernur Maluku Said Assagaf, sebagai Ketua tim pemenangan, LAWAMENA seakan mengirim pesan kepada kompetitor politiknya, Jazirah Leihitu bukan saja milik Murad Ismail.
Memang, jika kita runut kebelakang, Jazirah Leihitu pernah menjadi basis merah pada perhelatan Pilkada 2008, untuk mendukung anak asli Leihitu dari Negeri Alang yakni Karel Albert Ralahalu sebagai Gubernur Maluku berpasangan dengan Wakil Gubernur Said Assagaf. Suara mutlak Jazirah Leihitu turut mengantarkan Karel Ralahalu take off sempurna untuk periode kedua.
Pada pilkada 2013, suara Jazirah Leihitu berlanjut dimenangkan Said Assagaf-Etty Sahuburua (SETIA) sebagai Gubernur – Wakil Gubernur, namun tidak se-dominan Karel. Saat itu, sebaran suara pemilih Jazirah Leihitu juga terbagi ke Herman Koedoeboen-Daud Sangadji (MANDAT) serta Abdullah Vanath-Marten Maspaitella (DAMAI).
Sayangnya, dukungan sebagian Masyarakat Jazirah Leihitu ke Said Assagaf pada Pilkada 2018 tidak berhasil mengantarkan dirinya mengikuti jejak Karel Ralahalu menang di Periode Kedua. Pasar dukungan Said Assagaf-Andre Rentanubun (SETIA) diambil oleh Murad Ismail-Barnabas Orno (BAILEO) sebagai calon Gubernur Maluku penantang. Murad Ismail yang berasal dari Negeri Hila bisa menang besar di beberapa Negeri Jazirah Leihitu.
Kemenangan tersebut, selain karena kerja keras tim sukses dan relawan, juga adanya sokongan kuat Karel Ralahalu sebagai Ketua Tim Sukses Pemenangan BAILEO. Dukungan kuat PDI Perjuangan untuk BAILEO, membuat Jazirah Leihitu kembali menjadi markas banteng. Hanya sedikit cacat selebrasi kemenangan BAILEO, karena Negeri Alang yang merupakan kampung asal Karel Ralahalu dan Edwin Huwae selaku Ketua DPD PDI Perjuangan Maluku, dimenangkan oleh Said Assagaf-Etty Sahuburua yang adalah kader Golkar.
Namun pada Pilkada Maluku 2024 ini, konstalasi dukungan Masyarakat Jazirah Leihitu seperti wahana permainan roller coster (kereta naik turun). Hadirnya Said Assagaf dan Abdullah Vanath disisi LAWAMENA, dan Karel Ralahalu sebagai mentor politik Jefry Rahawarin-Abdul Mukti Keliobas (JAR-AMK), yang menantang Murad Ismail-Michael Wattimena (2M), membuat peta dukungan pemilih Leihitu sangatlah dinamis. Murad Ismail yang awalnya sangatlah powerfull saat berkuasa, tetiba pengaruhnya turun begitu cepat, disaat tak lagi memakai lencana garuda.
Diawal berkuasa, dukungan publik Leihitu plus para Rajanya begitu kuat kepada Murad Ismail. Lewat putusan Majelis Latupati se Jazirah Leihitu-Salahutu, Gelar Upu Nunu (Bapak Pelindung) disematkan kepadanya dan juga istrinya, Widya Pratiwi sebagai Nyora Jazirah. Saat itu, elit politik Jazirah Leihitu banyak yang menjadi lingkaran inti Murad Ismail. Tapi semua berubah dalam sekejap. Apa pasal ?
TERJADI TURBULENSI POLITIK YANG BERULANG
Dalam catatan kami, terjadinya perubahan politik yang begitu cepat di tanah Leihitu, tak lepas dari beberapa turbulensi politik yang terjadi saat Murad Ismail menjadi Gubenur Maluku Periode 2019-2024.
Turbulensi pertama adalah terjadinya kejadian luar biasa menimpa birokrasi Maluku, yakni pencopotan tiba-tiba Kasrul Selang dari jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) Maluku (19/7/2021). Peristiwa mengejutkan ini membuat publik Maluku heboh. Pasalnya, belum pernah terjadi dalam sejarah birokrasi Maluku, ada Sekda definitif diberhentikan ditengah jalan. Padahal Kasrul Selang adalah Birokrat yang loyal dan memiliki rekam kerja yang baik. Dia juga berasal dari Negeri Hila, Leihitu, sekampung dengan Murad Ismail, tapi entah kenapa mendadak dicopot ?
Alasan pencopotan Kasrul juga tak detail. Hanya disampaikan dalam pemberitaan media, bahwa Kasrul sedang mengalami sakit dan harus istirahat agar tak terpapar Covid 19. Sehingga diangkatlah Sadli Ie sebagai Pelaksana harian (Plh) Sekda Maluku, lewat Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor 841.5-5-266. Hingga saat ini, Sadli Ie telah menjadi Sekda definitif, dan sedang dipercaya menjadi Pj. Gubernur Maluku. Sementara Kasrul tak kunjung kembali menduduki jabatannya, malah ditempatkan menjadi Widyaiswara Ahli Utama (Tenaga Pendidik) di Balai Diklat. Saat ini, Kasrul menduduki jabatan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Provinsi Maluku.
Belum lagi redah issue pencopotan Kasrul Selang sebagai Sekda Maluku, muncul kisruh internal berujung perpecahan organisasi faguyuban Jazirah Leihitu-Salahutu bernama Hena Hetu. Organisasi kekeluargaan ini awalnya dipimpin Edwin Huwae, Ketua DPRD Maluku periode 2014-2019. Sebenarnya Edwin, selaku mantan pimpinan PDI. Perjuangan Maluku adalah pendukung Murad Ismail di Pilkada Maluku 2018. Namun karena silang sengkarut, Edwin memilih jalan berbeda, berhadapan dengan Gubernur Murad Ismail.
Akhirnya, kekuatan Edwin Huwae di Hena Hetu dipreteli. Lewat tangan kuasa, Hena Hetu dipaksa terbelah dua, dengan pelaksanaan Musyawarah Besar (Mubes) di Islamic center, Waihaong, Ambon (7/12/2021). Terpilihlah Jaiz Ely sebagai nahkoda baru versi Mubes Islamic Center.
Hasil ini mendapat perlawanan bahkan dianggap ilegal oleh gerbong Edwin Huwae, yang sebelumnya telah melaksanakan Mubes di Batu Kuda Beach, Tulehu, Maluku Tengah (6/12/2021). Dengan mandat diberikan kepada Saleh Hurasan sebagai Ketua Umum DPP Hena Hetu Periode 2021-2026. Mereka menuding Mubes Hena Hetu Islamic Center tidak punya legal standing organisasi.
Walau pada akhirnya, Pemerintah Provinsi Maluku mengakui hasil Mubes di Islamic Center, dan melantik Jaiz Ely menjadi Ketua Umum DPP Hena Hetu Periode 2021-2026. Namun hemat kami, disinilah api konflik politik dalam tubuh Hena Hetu mulai menjalar. Keretakan konflik para elit Jazirah terbawa hingga ke momen politik berikutnya.
Memang setelah Kasrul Selang dilengserkan, riak-riak politik di tanah Leihitu tak terlalu besar. Sebab tak berselang lama, tangan Murad Ismail selaku Gubernur Maluku langsung tertancap kuat menguasai dataran Leihitu-Salahutu lewat organisasi adat Hena Hetu. Sang Upu Nunu memiliki kuasa penuh yang sulit ditandingi.
Barulah barah api mulai terlihat membesar saat perhelatan Pileg 2024. Perlawanan elit politik Leihitu-Saluhutu yang tereleminir dari inner cycle (lingkaran inti kekuasaan) Murad Ismail menampakan kekuatannya. Mereka memasang border line (garis pembatas) kekuasaan untuk menghadang Istri Murad Ismail, yakni Widya Pratiwi agar tak mendapatkan suara signfikan di Jazirah Leihitu-Salahutu untuk caleg DPR-RI.
Hasilnya di Dapil Leihitu dan Leihitu Barat, Widya Pratiwi dikalahkan oleh politisi perempuan asal Negeri Lima, Saadiah Uluputy. Widya Pratiwi finish diposisi kedua. Data PPK Kecamatan Leihitu dan Leihitu Barat, Widya hanya menang di beberapa Negeri saja. Sisanya, dikanvaskan oleh Saadiah Uluputy dan ada juga Mercy Barends di Dapil Leihitu Barat. Pada Dapil Salahutu, Widya kalah oleh Hamzah Sangadji di Negeri Tulehu. Di Negeri Suli, kalah oleh Mercy Barends. Widya hanya menang besar di Negeri Tial yang menjadi kampung ketua timnya, Hairudin Tuarita.
Pasca Pileg dan Pilpres 2024, memasuki konsolidasi Pilkada serentak 2024, turbulensi ketiga terjadi. Ini adalah jenis turbulensi hebat yang memaksa “pilot pesawat” digantikan secara cepat. Pesawat ini bernama PAN Maluku. Pilot pesawat yang baru selesai bertempur pada Pileg 2024, dengan hasil yang baik, entah kenapa mendadak mendapat SK pergantian kepengurusan DPP PAN Periode 2020-2025. “Pilot” yang bernama Wahid Laitupa yang adalah Ketua DPW PAN Maluku, harus menyerahkan jabatannya kepada Widya Pratiwi. Alasannya, Wahid Laitupa ditarik oleh Ketua Umum PAN Zulfikli Hasan menjadi Wasekjen DPP PAN.
Setelah Wahid Laitupa dilengserkan dari kursi Ketua DPW PAN Maluku, api kemarahan anak-anak Jazirah Leihitu betul-betul memuncak. Issue merebak, Murad Ismail dianggap telah “membunuh” salah satu tokoh politik Jazirah Leihitu yang berasal dari Negeri Ureng, yang merupakan anggota DPRD Provinsi Maluku, dan terpilih kembali untuk Periode kedua pada Pileg 2024.
Sialnya, saat Widya Pratiwi menjadi Ketua DPW PAN Maluku menggantikan Wahid Laitupa, turbulensi ke-empat juga terjadi. Ibrahim Ruhunussa yang merupakan orang dekat Murad Ismail, tidak mendapat rekomendasi DPP PAN untuk menjadi Calon Bupati Maluku Tengah (Malteng). Ibrahim yang sudah kepalang basah mendeclare dirinya sebagai Calon Bupati Malteng (walau rela mundur dari kursi DPRD Provinsi Maluku, dapil SBB yang baru diraihnya) harus puas mendapat sokongan tiket masuk gelanggang Pilkada Malteng lewat beberapa Partai gurem.
Ibrahim diselematkan lewat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 60/PUU-XXII/2024, yang menurunkan Parlementary Threshold (ambang batas parlemen) 20% menjadi hanya 7,5%, untuk setiap calon Kepada Daerah di Indonesia yang mendaftarkan diri ke KPUD. Tanpa putusan Mahkamah Konstitusi, jalan Ibrahim Ruhunussa sudah tertutup karena tidak mendapatkan satupun rekomendasi dari berbagai partai besar yang memiliki kursi di DPRD Maluku Tengah, termasuk PAN.
Issue yang berhembus dari lingkaran PAN Maluku, kemungkinan Ibrahim Ruhunussa tidak mendapat restu dari elit PAN Maluku untuk berlaga di Maluku Tengah. Elit tersebut lebih melirik pasangan lain, ketimbang Ibrahim Ruhunussa. Keluarlah rekomendasi DPP PAN kepada Zulkarnain Awat Amir-Mario Lawalata untuk Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati Maluku Tengah Periode 2024-2029.
Analisis kami, dua turbulensi terakhir inilah yang menjadi puncak musabab basis Murad Ismail di tanah Jazirah Leihitu benar-benar mendapatkan guncangan hebat. Sel-sel dukungan anak-anak Jazirah Leihitu yang dulunya pro Murad Ismail tercerai berai, bahkan melakukan konsolidasi untuk melawan kepentingan seorang Upu Nunu.
Wahid Laitupa dan Ibrahim Ruhunussa adalah benteng politik Murad Ismail di Jazirah Leihitu. Jika keduanya tak lagi menjadi bagian dari perjuangan politik Murad Ismail di Pilkada Maluku 2024, maka hemat kami, langkah kaki Murad Ismail akan terbatas menjaga basis tradisionalnya itu.
Beruntung Murad Ismail mendapatkan sokongan politik dari PKS untuk Pilkada Maluku, sehingga anggota DPR-RI Saadiah Uluputy bisa mengisi kekosongan hilangnya Wahid dan Ibrahim. Saadiah diharapkan bisa menjadi tanggul kokoh yang menjaga air laut agar tak meluap menjadi “banjir bandang” politik di tanah Jazirah Leihitu. Seandainya PKS tak berlabuh mendukung Murad-Michael, mungkin arus besar air laut akan menyapu suara sang petahana di tanah para raja tersebut.
SUARA JAZIRAH LEIHITU MENJADI PERTARUHAN MURAD ISMAIL
Manuver tajam Hendrik Lewerissa-Abdullah Vanath untuk mengobok-obok jantung pendukung Murad Ismail-Michael Wattimena membawa pukulan telak bagi sang petahana. Hendrik diuntungkan, karena Murad Ismail tak bisa menetralisir konfik politik selama menjadi Gubernur Maluku. Dan bahkan tak mampu rekonsolidasi pasukan tempurnya yang sudah tercerai berai.
Karena itulah, Hendrik Lewerissa bisa dengan leluasa mengajak para elit politik di Jazirah Leihitu yang sudah berseberangan kepentingan dengan Murad Ismail untuk membantu memenangkan Lawamena di basisnya Murad sendiri. Tentu, ada juga Jeffry Rahawarin yang bisa memakai pengaruh Karel Ralahalu untuk mengambil suara di tanah Leihitu.
Hendrik Lewerissa juga diuntungkan, karena memiliki Abdullah Vanath sebagai Calon Wakil Gubernurnya dan Said Assagaf menjadi Ketum Tim Sukses LAWAMENA. Keduannya pernah bertarung pada Pilkada Gubernur Maluku 2018 melawan Murad Ismail. Walaupun dikalahkan Murad Ismail-Barnabas Orno, dua tokoh politik tersebut masih memiliki basis pendukung loyal dan tim relawan yang siap diaktifkan kembali. Apalagi ada sokongan Sam Latuconsina yang saat ini sebagai Ketua Tim Relawan LAWAMENA, yang juga punya andil besar dalam memenangkan pasangan dengan akronim BAILEO pada Pilgub Maluku 2018.
Analisis kami, suara Jazirah Leihitu bahkan Salahutu tak akan bisa dimenangkan dengan mudah oleh Murad Ismail. Alasannya patahan konflik antara Murad dengan para elit politik di wilayah tersebut sangat dalam terjadi. Murad Ismail bisa menang mutlak di Jazirah Leihitu dan Salahutu jika para raja yang bergabung di Hena Hetu solid bekerja untuknya.
Namun, kehadiran pasangan Lawamena di Negeri Hitu Lama dan Hitu Mesing yang disambut antusias oleh warga dan petinggi Negeri, mengkonfirmasi pendulum dukungan sudah berubah drastis. Tak tanggung-tanggung Imam Mesjid Hitu Lama, berani menyatakan dukungan warga Negerinya 100% untuk Hendrik Lewerissa-Abdullah Vanath.
Selain berharap dukungan para raja Jazirah Leihitu, Murad Ismail juga berharap pada solidnya dukungan Saadiah Uluputy kepadanya. Agar masyarakat Leihitu yang memilih Saadiah pada pencalonan DPR-RI 2024 kemarin, bisa kembali solid mengalihkan dukungan mereka kepada Murad-Michael. Sebab hemat kami, dukungan terhadap Widya Pratiwi untuk Calon DPR-RI 2024 di Jazirah Leihitu kemarin, tidak bisa di switch (pindahkan) secara utuh untuk mendukung suaminya, Murad Ismail. Widya hanyalah politisi new comer (pendatang baru) yang belum punya basis dukungan ideologis, berbeda dengan Saadiah Uluputy yang sudah teruji sejak menjadi anggota DPRD Provinsi Maluku.
Olehnya, walaupun Widya Pratiwi bertindak selaku Ketua Tim Pemenangan Murad-Michael, takkan bisa membendung suasana perubahan kekuasaan yang akan menggeser selera pemilih. Apalagi, Widya tak punya kekuatan untuk menjahit para elit Jazirah Leihitu yang sedang berkonflik dengan suaminya, Murad Ismail. Pada titik ini, jika tim pemenangan partai dan relawan Murad-Michael tak mampu bekerja keras, maka basis dukungan tradisional Murad Ismail bisa semakin jebol.
Terakhir, harapan Murad Ismail untuk tetap mendapat dukungan mutlak dari Masyarakat Jazirah Leihitu ada pada aspek tradisional dan emosional pemilih (traditional and emotional choice), yakni perasaan satu agama dan satu asal leihitu. Aspek inilah yang sementara dikampanyekan dengan slogan ‘Sabuah Sabiji’.
Namun dalam pelajaran Ilmu Politik (Political Science), tipe pemilih tradisional dan emosional ini sangat rentan untuk dimobilisir. Artinya siapa yang memiliki kehendak kuasa, bisa dengan mudah mengarahkan tipe pemilih jenis ini untuk memilih calon tertentu. Karena mereka tak memiliki kepentingan politik apapun, selain memilih dan melanjutkan aktifitas hidup mereka. Kontras dengan perilaku pemilih kritis dan juga rasional (behavior of chritical and rational choices), yang memilih karena bargaining interest (kepentingan tawar menawar), kritisisme dan hitungan rasionalitas.
Untuk itulah, jikalau basis tradisional Murad Ismail di tanah Jezirah Leihitu-Saluhutu sampai jebol, maka prediksi kami, sulit rasanya Murad-Michael akan bisa memenangkan kembali (mendapatkan tiket periode kedua) suara di basis-basis lainya, seperti Seram Raya, Tenggara Raya, Lease, Buru dan Kota Ambon.
Sebagai calon Gubernur petahana, dimanapun Murad Ismail turun berkampanye di 11 Kabupaten/Kota, sudah pasti, masyarakat akan menagih janji-janji kampanye, prestasi kerja dan visi-misi yang sudah dikerjakannya selama periode 2019-2024. Jika dianggap gagal, maka sayonara.(***).