HUKUM & KRIMINAL

Fakta Sidang, Fatlolon Tidak Terlibat Korupsi SPPD Fiktif KKT

Petrus Fatlolon, Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar

AMBON, KM– Usai namanya disebut pada persidangan sebelumnya. Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) Petrus Patlolon, akhirnya memenuhi panggilan jaksa dan dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi SPPD Fiktif kabupaten  Kepulauan Tanimbar Tahun 2020.

Dipimpin hakim ketua Haris Tewa, sidang tersebut berlangsung di Pengadilan Negeri Ambon, Jumat (15/12/2023) dengan agenda pemeriksaan saksi.

Fatlolon dalam pernyataan saksinya membatah semua tuduhan Bendahara Liberata Malirmasele dalam pernyataan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang menyebut Fatlolon pernah menerima sejumlah uang terkait pembahasan APBD perubahan yang dibahas DPRD setempat.

 “Apa yang disampaikan terdakwa sama sekali tidak benar. Saya Tidak pernah menerima uang apapun dari bendahara” tegas Fatlolon, usai dikonfrontir salah satu kuasa hukum

Fatlolon juga membatah, terkait tuduhan mengarahkan kepala BKAD mengurus aliran dana SPPD untuk pembahasan APBD deadlock perubahan tahun 2020 oleh DPRD.

Fatlolon mengakui, jauh hari sebelum pelaksanaan pembahasan yang direncakan. Mantan ketua DPRD bersama kepala BKAD menemuinya untuk membicarakan APBD deadlock agar mempercepat pembahasan.

“Mereka (DPRD dan kepala BKAD) menemui saya membahasa hal itu. Kepada mereka saya katakan, soal anggaran dikembalikan kepada tim anggaran Pemda KKT. Asalkan prosesnya harus sesuai mekanisme dan aturan perundang-undangan” ujar Fatlolon.

Dipersidangan terungkap fakta baru. Bahwa aliran dana SPPD fiktif yang dituduhkan kepada mantan Bupati Petrus Fatlolon sama sekali tidak benar. Faktanya, sejumlah uang yang dituduhkan oleh Fatlolon ternyata dikelola oleh terdakwa Jonas Batlayeri selalu kepala BKAD.

Kepada majelis hakim dan penuntut Umum. Jonas mengakui kalau aliran dan sejumlah uang disebutkan dalam BAP terdakwa bendahara dengan total hampir Rp 200 juta lebih itu dikelola oleh terdakwa Jonas sendiri.

Aliran dana tersebut digunakan untuk mengurus percepatan pembahasan APBD perubahan bersama DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar dan sejumlah pihak terkait seperti yang disebutkan dalam BAPnya.

Terhadap semua tuduhan Bupati KKT Petrus Fatlolon kepada wartawan saat ditemui usai persidangan menyampaikan, terkait semua fitnah dan bahkan, tuduhan soal keterlibatan dirinya dalam semua kasus-kasus korupsi yang ada di Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Telah terjawab dipersidangan.

“Hari ini fakta persidangan sudah menjawab dan mengatakan bahwa saya tidak terlibat. Terlepas dari itu semua saya, istri dan keluarga justru memberikan maaf kepada mereka-mereka, kami yakin dan percaya Tuhan yang maha kuasa selalu menyertai saya dan keluarga” ujar Fatlolon

Lebih lanjut disampaikan, terkait isu-isu yang berkembang dimasyarakat yang diduga sengaja dilakukan oleh oknum-oknum tertentu telah terbantahkan semuanya melalui fakta pertandingan atas ketidakterlibatan dirinya.

“Saya bersyukur kepada Tuhan. Bahwa ketua majelis hakim yang mulia berpesan. Ketika saya terpilih menjadi Bupati untuk periode kedua Saya akan melakukan perbaikan perbaikan hal-hal yang terjadi selama ini. Hal ini menjadi pembelajaran berharga kita dan komitmen melakukan perbaikan untuk Tanimbar yang lebih maju” Pungkas Fatlolon.

Diketahui, dalam kasus tersebut terdapat enam orang terdakwa. Masing-masing Yonas Batlayeri, Kepala BPKAD, Maria Gorety Batlayeri, Sekretaris BPKAD, Yoan Oratmangun, Kabid Perbendaharaan BPKAD, Liberata Malirmasele Kabid Akuntansi dan Pelaporan BPKAD, Letharius Erwin Layan, Kabid Aset BPKAD dan Kristina Sermatang, Bendahara BPKAD tahun 2020.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Donald Retob dalam dakwaan menyebutkan keenam terdakwa diduga secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi anggaran Perjalanan Dinas yang mengakibatkan kerugian keuangan Negara hingga Rp.6.682.072.402.

Sejumlah uang dari Perjalanan Dinas untuk dibagikan ke oknum-oknum tertentu. Seperti ketua Komis B DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar yang menerima uang sebesar 450 juta dan beberapa anggota DPRD yang tak disebutkan namanya menerima sejumlah uang.

Serta pihak lainya untuk nikahan anak mantan Bupati KKT Petrus Fatlolon. Awalnya, Saksi Apolonia Laratmase salah satu anggota DPRD KKT datang menemui Terdakwa Jonas Batlayeri dikantor BPKAD. Saat itu Saksi Apolonia Laratmase menjelaskan bahwa kapasitasnya datang sebagai perwakilan Anggota DPRD KKT, menyampaikan “jika ingin APBD Perubahan 2020 segera ditetapkan maka beliau meminta untuk menyiapkan uang sejumlah Rp400 juta dan saat itu karena dana yang tersedia hanya Rp200 juta.

Terdakwa kemudian menyampaikan kalau permintaannya sebesar itu tidak mampu untuk dipenuhi, akhirnya Saksi mau dan sepakat dengan Rp200 juta.“Selanjutnya Terdakwa berkonsultasi dengan Sekretaris Daerah dan setelah mendapat persetujuan untuk menyerahkan dana tersebut, kemudian Terdakwa mengarahkan Sekretaris untuk menyerahkan uang Rp200 juta tersebut kepada Saksi Apolonia Laratmase dan penyerahan uang tersebut dilakukan kediamanan Saksi Apolonia Laratmase di Desa Olilit Saumlaki,” kata JPU.

Tak hanya APBD Perubahan 2020, hal yang sama juga terjadi di pembahasan Rancangan APBD Induk 2021, yang juga mengalami deadlock. Di Desember 2020, Saksi Laratmase datang menemui Terdakwa Jonas Batlayeri kembali dikantor BPKAD dan menyampaikan kembali

“jika ingin APBD Induk 2021 segera ditetapkan maka beliau meminta untuk menyiapkan uang sejumlah Rp250 juta.“

Atas permintaan tersebut Terdakwa menyetujuinya, selanjutnya Terdakwa mengarahkan Sekretaris Maria Gorety Batlayeri untuk menyerahkan uang Rp250 juta tersebut kepada Saksi Apolonia Laratmase dan penyerahan uang tersebut dilakukan kediaman Saksi Apolonia Laratmase di Desa Olilit Saumlaki,” tambah JPU.

Total uang yang diserahkan ke DPRD yakni RP 450 juta itu ternyata seluruhnya diambil dari anggaran kegiatan perjalanan dinas pada BPKAD Tahun Anggaran 2020 yang bersumber dari anggaran perjalanan dinas yang dikelola oleh Sekretaris dan masing-masing bidang.

Dalam proses pengumpulan dikooridinir langsung oleh terdakwa Maria Goretty selaku Sekretaris dan Kristina Sermatang selaku Bendahara Pengeluaran berdasarkan arahan Terdakwa Jonas Batlayeri selaku Kepala Badan.Tak hanya untuk mempermulus pembahasan APBD, sebagian Anggota DPRD yang tak disebutkan nama nama mereka juga menerima sejumlah uang sekitar 195 juta.

Atas perbuatan tersebut para terdakwa disangkakan dengan melanggar sebagaimana dakwaan primer, pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 Ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang -Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Serta dakwaan subsider, Pasal 3 Jo. Pasal 18 Ayat (1), (2), dan (3) Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana (KM01)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Populer

To Top